Selamat Datang Di Sarfarosh Indonesia
Sarfarosh Indonesia

Selasa, 22 November 2011

Haramnya Bunga Bank Menurut Pendapat Para Ahli

Dari Shahabat Jabir Radhiyallahu Ta’ala Anhu’ ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah melaknati pemakan riba, orang yang memberikan/membayar riba, penulisnya, dan juga dua orang saksinya.” Dan beliau juga bersabda, “Mereka itu sama dalam hal dosanya.” (H.R. Muslim).[10]

Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Antara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang menjaga diri dari perkara-perkara yang syubhat tersebut maka berarti ia telah menjaga dien dan kehormatannya, dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat berarti dia terjerumus kepada yang haram. Seperti seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, lambat laun akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja itu memiliki daerah larangan, sedangkan daerah larangan Allah itu adalah apa-apa yang diharamkan Allah. Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal darah, apabila dia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh jasad. Dia adalah hati.” (H.R. Bukhari dan Muslim)[13]

Prof.Dr.Yusuf Al-Qaradhawi
Dalam pengertian riba mengatakan bahwa sesungguhnya pegangan ahli-ahli fiqh[4] dalam membuat batasan pengertian riba dalah nash (teks) Al-Qur’an itu sendiri. Ayat di atas menunjukkan bahwa sesuatu yang lebih dari modal dasar adalah riba, sedikit atau banyak. Jadi, setiap kelebihan dari modal asli yang ditentukan sebelumnya karena semata-mata imbalan bagi berlalunya waktu adalah riba. Batasan riba yang diharamkan oleh Al-Qur’an itu sebenarnya tidak memerlukan penjelasan yang rumit. Karena tidak mungkin Allah mengharamkan sesuatu bagi manusia, apalagi mengancam pelakunya dengan siksa yang paling pedih, sementara bagi mereka sendiri tidak jelas apa yang dilarang itu. Padahal Allah telah berfirman,

“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah: 275).[5]

Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (utang piutang, al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang diharamkan Allah SWT, seperti dikemukakan, antara lain, oleh :

Al-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi’i) berbeda pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-Qur’an, atas dua pandangan. Pertama, pengharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al-Qur’an, baik riba naqad maupun riba nasi’ah.
Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur’an sesungguhnya hanya mencakup riba nasa’ yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihak berhutang tidak membayarnya, ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya. Itulah maksud firman Allah :

“…janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda… “, kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) terhadap bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur’an.

1. Ibn al-‘Araby dalam Ahkam al-Qur’an;
2. Al-Aini dalam ‘Umdah al-Qary;
3. Al-Sarakhsyi dalam Al-Mabsuth;
4. Ar-Raghib al-Isfani dalam Al-Mufradat Fi Gharib al-Qur’an;
5. Muhammad Ali al-Shabuni dalam Rawa-I’ al-Bayan;
6. Muhammad Abu Zahrah dalam Buhuts fi al-Riba;
7. Yusuf al-Qardhawy dalam fawa’id al-Bunuk;
8. Wahbah al-Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh.

2. Bunga uang atas pinjaman (Qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang diharamkan Allah SWT dalam Al-Quran, karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam sistem bunga tambahan sudah langsung dikenakan sejak terjadi transaksi.

3. Ketetapan akan keharaman Bunga Bank oleh berbagai forum Ulama Internasional, antara lain:
1. Majma’ul Buhuts al-Islamy di Al-Azhar Mesir pada Mei 1965;
2. Majma’ al-Fiqh al-Islamy Negara-negara OKI Yang di selenggarakan di Jeddah tgl 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 28 Desember 1985;
3. Majma’ Fiqh Rabithah al-Alam al-Islamy, keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di makkah tanggal 12-19 Rajab 1406 H;
4. Keputusan Dar Al-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
5. Keputusan Supreme Shariah Court Pakistan 22 Desember 1999.

4. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syari’ah.

5. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya Lembaga Perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.

6. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya Bank Islam dengan sistem tanpa Bunga.

7. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.

8. Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004, 28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.

Dengan memohon ridha Allah SWT

MEMUTUSKAN : FATWA TENTANG BUNGA (INTEREST/FA`IDAH):
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba

1. Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.

2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.

Kedua : Hukum Bunga (interest)

3. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.

4. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

Ketiga : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan konvensional

5. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari’ah dan mudah di jangkau, tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.

6. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari’ah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat…”[19]

Pendapat Lembaga atau Ahli lainnya adalah sebagai berikut:[20]

1. Majelis Tarjih Muhammadiyah

Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 pada nomor b dan c, mengatakan bahwa bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal -bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat (syubhat).

2. Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

Ada dua pendapat dalam bahtsul masail di Lampung tahun 1982. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa bunga Bank adalah riba secara mutlak dan hukumnya haram. Yang kedua berpendapat bunga bank bukan riba sehingga hukumnya boleh. Pendapat yang ketiga, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya syubhat.

3. Mufti Negara Mesir

Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun 1900 hingga 1989 menetapkan haramnya bunga bank dan mengkategorikannya sebagai riba yang diharamkan.

4. Konsul Kajian Islam

Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam lembaga ini telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank sebagai riba. Ditetapkan bahwa tidak ada keraguan atas keharaman praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Di antara 300 ulama yang tergabung dalam Konsul Kajian Islam ini tercatat nama seperti Syeikh Al-Azhar, Prof. Abu Zahra, Prof. Abdullah Draz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’, Prof. Dr. Yusuf Al-Qardlawi. Konferensi ini juga dihadiri oleh para bankir dan ekonom dari Amerika, Eropa dan dunia Islam.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz mengatakan, “Aku dapati di dalam upaya untuk menghalalkan riba yang diharamkan Allah dengan metode-metode yang kacau, hujjah-hujjah yang lemah, dan syubhat-syubhat yang terbantah. Sesungguhnya perekonomian muslimin telah kukuh berabad-abad yang telah lewat, lebih dari tiga belas abad tanpa memakai sistem perbankan dan tanpa menggunakan manfaat-manfaat ribawi. Sungguh kekayaan mereka berkembang baik, dan muamalah mereka kukuh. Mereka telah meraih keberuntungan yang banyak, harta melimpah melalui saran muamalah-muamalah yang syar’i. Allah telah menolong generasi pertama atas musuh-musuh mereka sehingga mereka menguasai sebagian besar wilayah dunia. Ketika itu mereka menjadikan syariat Allah sebagai hokum, dan tidak ada sistem perbankan di masa mereka dan mereka tidak memakai manfaat-manfaat ribawi.”

Prof.Dr.Yusuf Qaradhawi berkata bahwa perkataan sebagian orang dan Ulama yang melakukan justifikasi atas kehalalan sistem bunga bank konvensional dengan berdalih bahwa riba yang diharamkan Allah dan Rasul Nya, adalah jenis yang dikenal sebagai bunga konsumtif saja, tidak dapat dibenarkan. Sebenarnya tidak ada perbedaan di kalangan ahli syariah pun sepanjang tiga belas abad yang silam. Ini jelas merupakan pembatasan terhadap nash-nash yang umum berdasarkan selera dan asumsi belaka.[21]

Tarek El-Diwany dalam bukunya The Problem With Interest menyamakan bahaya sistem bunga dengan entropi dalam fisika. Entropi adalah sebuah kata yang digunakan untuk menggambarkan tingkat ketidakteraturan dalam suatu sistem fisika. Bahkan beberapa pakar ekonomi mengatakan bahwa riba (bunga bank) merupakan penyakit AIDS dalam kehidupan dunia ekonomi yang bisa merontokkan kekebalan dan mengancamnya dengan kemusnahan serta keruntuhan.[22]

Syaikh Abul A’la al-Maududi mengatakan bahwa memakan bunga bank dapat menyebabkan rakus, tamak, kikir, dan egois bagi orang yang mengambilnya. Dapat mengakibatkan kebencian, kemarahan, permusuhan dan kecemburuan bagi orang yang membayarkannya. Orang yang memakan riba seperti orang gila, ia kehilangan perasaan dan intelektualitasnya. Dan dengan cara yang sama, seorang yang suka meminjamkan uangnya selalu berpikir untuk memperbanyak uangnya sehingga ia sendiri telah kehilangan perasaannya. Sehingga ia jauh dari memikirkan kesulitan orang lain. Demikianlah keadaannya di dunia, dan kelak di kemudian hari ia akan bangkit seperti orang gila pada hari kebangkitan. Karenanya, di akhirat nanti ia akan hidup kembali dalam kondisi yang sama di waktu ia mati.[23]

Dr.Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, mengatakan bahwa larangan riba (bunga) yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, namun secara gradual (bertahap). Tahap pertama menolak anggapan bahwa pinjaman riba nampaknya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah. Tahap kedua riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam member balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan saat itu. Tahap terakhir, Allah dengan tegas dan jelas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Karena itulah dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, Rasulullah menekankan sikap tegas Islam dalam melarang riba (bunga):

“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba, karena itu utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”[24]

B. Berpegang Kepada Pendapat Jumhur Ulama

Allah berfirman, yang artinya:

“…Tanyalah kepada ahli ilmu –orang yg punya pengetahuan– jika memang kamu tidak mengetahuinya” (Q.S. An-Nahl: 43)[25]

Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan kepada ummat untuk bertanya kepada ahlinya jika kita tidak mengetahui suatu permasalahan. Maka orang yang sakit mendatangi dokter dan bertanya tentang obat penyakitnya, orang yang ingin membangun rumah mendatangi arsitek dan pemborong untuk mendapatkan rumah yang ia idamkan, demikian halnya dalam masalah agama, ummat bertanya kepada para Ulama.

Dengan konsensus mutlak para Ulama tersebut, maka sebenarnya sungguh sempit ruang untuk beragumentasi bahwa bunga bank tidak diharamkan dalam Islam. Karena itulah, beberapa pendapat minoritas yang menyatakan pandangan berbeda tidak melemahkan sedikitpun konsensus tersebut. Nabi telah bersabda bahwa tidak mungkin umat Islam bersepakat di atas kesesatan:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melindungi umatku untuk bersepakat di atas kesesatan”. (H.R.Ibnu Abi Ashim dari Anas bin Malik dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’)[26]

Syaikh Muhammad Ibn Sholih al-Utsaimin berkata bahwa Nabi telah bersabda:

“Umatku tidak akan bersepakat di atas kesesatan”[27]

Jelaslah solusinya, posisi kita sebagai ummat adalah mengikuti pendapat jumhur atau kesepakatan kebanyakan Ulama, apalagi ternyata pendapat itu adalah pendapat yang kuat dengan dalil dan argumentasi yang kokoh bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang mulia.

C. Hikmah Diharamkannya Riba

Syaikh Muhammad Jabir Al-Jaza’iri menjelaskan diantara hikmah diharamkannya riba oleh Allah dan Rasul Nya adalah sebagai berikut:[28]

1. Menjaga harta seorang muslim supaya tidak dimakan dengan cara-cara yang bathil;

2. Mengarahkan seorang muslim supaya menginvestasikan hartanya di dalam sejumlah usaha yang bersih dan jauh dari kecurangan dan penipuan, serta terhindar dari segala tindakan yang menimbulkan kesengsaraan dan kebencian di antara kaum muslimin. Hal tersebut dilakukan dengan menginvestasikannya dalam bidang pertanian, industry, dan perdagangan yang sehat dan bersih;

3. Menyumbat seluruh jalan yang membawa seorang muslim kepada tindakan memusuhi dan menyusahkan saudaranya sesama muslim yang berakibat pada lahirnya celaan serta kebencian dari saudaranya;

4. Menjauhkan seorang muslim dari perbuatan yang dapat membawanya kepada kebinasaan. Karena memakan harta riba itu merupakan keduharkaan dan kezhaliman, sedangkah akibat dari kedurhakaan dan kezhaliman itu ialah penderitaan. Allah berfirman, yang artinya:

“Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezhaliman kalian akan menimpa diri kalian sendiri.” (Q.S. Yunus: 23).

Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Takutlah kamu akan kezhaliman, karena kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat dan takutlah kamu akan kikir, karena kikir itu telah membawa umat-umat sebelum kamu kepada pertumpahan darah mereka dan menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.” (H.R. Muslim).

5. Membukakan pintu-pintu kebaikan di hadapan seorang muslim untuk mempersiapkan bekal kelak di akhiratnya dengan meminjami saudaranya sesama muslim tanpa mengambil manfaat (keuntungan), menghutanginya, menangguhkan hutangnya hingga mampu membayarnya, memberinya kemudahan serta menyayanginya dengan tujuan semata-mata mencari keridhaan Allah. Sehingga mengakibatkan tersebarnya kasih sayang dan ruh persaudaraan yang tulus di antara kaum muslimin.

Minggu, 13 November 2011

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Dari Abu Darda' ra. bahwasanya ada seseorang datang kepadanya dan berkata: "Sesungguhnya saya mempunyai istri dan ibu menyuruh saya untuk menceraikannya". Kemudian Abu Darda' berkata: "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Orang tua itu adalah bagaikan pintu surga yang paling tengah. Terserahlah kamu apakah kamu akan menyia-nyiakan pintu itu atau kamu akan menjaganya". (Riwayat At Turmudzy).

Google Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic India Chinese Simplified

Mau punya buku tamu seperti ini?
Klik di sini (Info Blog)

Pengunjung

free counters
Powered By Blogger

Dimas Damez

.